Hari itu seusai mata kuliah Berbicara, aku dan temanku keluar dari Lab Bahasa agak terakhir. Di luar ada Mas Ah -yang merupakan asisten dosen- yang tiba-tiba bertanya padaku, "Wis diwaca Enthung?". Enthung adalah kumpulan cerkak (kumcer) yang ditulis oleh dalah satu dosenku yang bernama Sugeng Adipitoyo.
"Sampun, Mas" jawabku. Lalu ia menanyakan mengertikah aku tentang makna dari salah satu cerkak yang berjudul "Enthung" tersebut. Aku bilang saja tak mengerti, karena dalam cerkak tersebut banyak sekali makna tersiratnya. Tentang kekeringan, tentang enthung (kepompong), dll. Sembari berjalan, ia bercerita tentang bedah geguritan (puisi) yang diadakan di SMKI Surabaya. Mas Ah berkata bahwa tidak setuju dengan pemateri yang menyampaikan bahwa geguritan sekarang harus sama dengan puisi bahasa Indonesia yang asal menulis(?), tetapi geguritan harus memuat ajaran luhur orang Jawa. Ia menganggap pemateri belum mengerti makna geguritan yang sebenarnya dalam Jawa. Lalu tiba-tiba Mas menawari aku untuk menerbitkan kumpulan geguritan.
"Wis tak lay-outna, desain, menawa isa ISBN yoan"
Hmm... tawaran yang menggiurkan. Dulu aku pernah bermimpi jika di salah satu bukuku di toko buku. Ada namaku sebagai pengarang, betapa bangganya aku. Dan ini seperti nggak ada petir, nggak ada hujan ditawari beginian. Aku hanya bingung, antara menjawab iya atau tidak. Ada keraguan, karena aku jarang membuat puisi. Karena aku lebih sering membuat cerpen/cerkak. Semacam tantangan tersendiri. Karena keduanya memang berbeda. Geguritan bahasanya cekak, mentes, luwes. Waaah.
"Insyaallah, Mas"
"Loh, tak tantang iki sampeyan. Apa maneh penulis muda."
Waduh, ditantang nih. Ditantang Mas Ah pula -_-. Dan entah kenapa, akhirnya aku mengiyakan tantangan tersebut.
"Batasnya sampai kapan, Mas?"
"Liburan semester iki ora nyapo-nyapo kan. Maksudku semester ngarep preiane nggo pkl. Ya saora-orane semster ngarep"
Duh keceblokan lintang saka endi aku iki??? Bismillah, jika niat sungguh-sungguh, aku yakin tak ada yang mustahil. Pinaaaa pasti bisa, semangaaaaaaat XD :*.
Nuwun sewu inggih! Menika sinten, kok wonten sesambetan kalihan kula, Sugeng Adipitoyo? Nyuwun pangapunten. Matur nembah nuwun.
BalasHapus