Minggu, 20 Maret 2016

Sisi lain Seorang Pengamen Bis Harapan Jaya


Jum’at, 20 Maret 2016



Banyak teman banyak ilmu. Itu yang diucapkan salah satu pengamen di Harapan Jaya, bus yang tujuan akhir di Trenggalek itu. Dari aku melihatnya naik di daerah Ngronggo Kediri, aku heran dibuatnya. Ketika menyapa penumpang bus, ia pun berkata “Hanya disini saya berkarya”. Lalu beliau menyanyikan lagu Kelangan. Aku mengamatinya. Dandanan beliau rapi, tidak seperti biasanya pengamen yang dandanannya kumel, lesuh, pokok tidak sedap dipandang. Tapi beliau ini murah senyum, ada yang tidak ‘menyawernya’ juga beliau tersenyum sembari bilang terima kasih. Beliau memakai topi, dan sepertinya berambut panjang. Tetapi rambutnya beliau biarkan bersembunyi dibalik topi yang sedang beliau pakai.
“Permisi, Mbak. Boleh saya nunut duduk disini?”
“Oh, inggih mangga,” kebetulan tempat duduk dekatku kosong. Saat itu aku duduk di bangku paling belakang sendiri, disamping pintu belakang.
“Mbaknya mau turun mana?” tanya beliau ramah.

            “Tulungagung”
“Mbaknya dari mana? Dari kuliah atau kerja”
“Kuliah”
“Kuliah dimana?”
“Surabaya.”
“Unesa”
“Kok kuliah di Surabaya? Kok nggak kuliah di Kediri atau di tulungagung, yang dekat-dekat saja?”
Aku hanya tersenyum, sembari mencari jawabannya.
“Biasanya kalau nggak kuliah di dekat-dekat sini, pasti jurusan yang diinginkan di Kediri nggak ada” beliau masih menebak-nebak.
“Hehehe, inggih
“Emang mbaknya jurusan apa?”
“Pendidikan basa jawa” jawabku smabil tersenyum.
Lalu beliau mempraktekkan katab “Inggih”, “kedahe mangertosi”, dna sebagainya. Beliau pun bercerita pernah mengikuti pelatihan pranatacara (mc) di Keidri, dan aku lupa namanya apa. Beliau bercerita menjadi seorang pranatacara di acara pernikahan, dan ketika beliau mencandrakan (mengumpamakan) kedua mempelai seperti Anoman dan Dewi Purwati, sang mempelai marah. Beliau bercerita sambil memperagakan gaya bicara seorang pranatacara. Sambil sesekali tertawa. Beliau pun juga bercerita bahwa temannya di Inggris mendirikan sanggar karawitan disana. Temannya menikahi orang Inggris bernama Elizabet (bener ga ya tulisannya? :D). aku heran, wah ternyata beliau punya pengetahuan yang lebih luas tentang kesenian jawa, sepertinya. Lalu beliau bercerita bahwa dirumahnya, ia mendirikan suatu perkumpulan musik keroncong.
“Musik keroncong kan identik dengan orang-orang tua. Tapi saya disini membina para pemuda-pemudi untuk diikutkan dalam grub keroncong. Tujuan saya biar mereka nggak terjerumus pada hal-hal negatif. Namanya Gema Surya Persada”
Aku pun terkejut. Sisi lain beliau selain mengamen adalah membina para pemuda. Betapa mulianya niat Bapak ini, membuatku semakin terkagum.
Panjenengan asli pundi?” tanyaku
“Ngronggo, Mbak. Di rumah saya sering dipakai Kabupaten untuk acara-acara kebudayaan. Biasanya GSP sering diundang di acara-acara Kabupaten.”
Beliau pun melanjutkan ceritanya tentang arti dari Gema Surya Perdana. Gema, supaya musiknya menggema, Surya , dan Persada adalah perkumpulan para pemuda.
“Latihannya pada pagi hari atau waktu kapan?” tanyaku kepo
“Malam, Mbak. Soalnya kalo pagi kan mereka sekolah, biar nggak mengganggu aktifitas mereka.”
“O begitu, kapan-kapan aku main ya” kataku sambil tertawa, bercanda juga.
“Haha, mangga. Di GSP ini model pembelajarannya adalah dengan sharing. Jadi dengan sharing juga bisa menambah kekeluargaan, juga untuk mengatasi masalah-masalah apa yang sedang dihadapi, Mbak”
“Di GSP ini ya, Mbak. Semuanya saya latih hingga bisa. Penyanyinya juga. Tapi kadang mereka sesudah bisa, eh kuliah jadi ga pernah ikut latihan lagi. ada juga seorang perempuan sudah bisa nyanyi keroncong, eh setelah itu nikah”
“Orang Indonesia itu kaya akan kebudayaan, sepertinya setiap daerah pasti punya keseniannya. Orang luar negeri pun jadi tertarik kesini, karena disana kebudayaannya sedikit, tak sekaya Indonesia.”
“Iya, di Univ saya kemarin ada mahasiswa dari Korea, dia juga belajar karawitan, dan dia bilang kalau karawitan itu mengasyikkan dan dia senang belajar karawitan”
“Ya begitulah, Mbak. Saya dulu pernah kuliah. Tetapi tidak melanjutkan” aturnya sembari tersenyum.
“Kuliah dimana?”
Ternyata beliaunya pernah kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI). Wah, keren. Beliau mengambil jurusan perkusi. Dia menyebutkan alat-alat perkusi, tapi karena aku tidak tahu, ya aku lupa :D. pokok salah satu alat musik perkusi, ia bawa untuk mengamen. Dan ia bercerita perkusi adalah musik yang dipadukan dengan alat-alat lainnya. Seperti galon, bisa dijadikan perkusi. Alat-alat dapur pun juga bisa. Gentong yang terbuat dari tanah liat, beliau pernah juga menggunakannya.
“Tidak melanjutkannya sampai semester berapa?”
“Eee... setahun kurang dua bulan. Ya karena tidak punya uang, Mbak. Sedangkan biasanya sering mengadakan pagelaran-pagelaran, dan menggunakan biaya sendiri. Jika punya koneksi banyak kan juga bisa dapat sponsor banyak, tapi yang nggak punya ya modal sendiri. Dulu ada di Jalan Malioboro musik-musik. Tiap ada turis lewat ya nyawer. Mungkin sekarang ”
“Enak kalau anak orang kaya, tinggal telfon lalu uang mengalir. Sedangkan saya tidak”
“Hloh, emang nggak ada program beasiswa ya?”
“Nggak ada. Baru setelah saya keluar ya ada program beasiswa”
“Oo begitu.”
Pembicaraan mengalir begitu saja. Hingga saat tiba di daerah Kras beliau berpamitan.
“Mbak saya mau turun dulu ya, nanti soalnya naik lagi ke arah Ngronggo.”
“Oh inggih inggih mangga
“Semoga lain hari bisa berjumpa kembali”
Inggih” kataku sembari tersenyum.
Aku merasa senang bertemu dengan beliau. Ada hal baru yang kuketahui. Bahwasanya terkadang hal sepele itu mempunyai manfaat yang sangat besar. Seperti beliau yang baru aku kenal. Meski beliau adalah seorang pengamen, namun diluar dugaan ternyata beliau mempunyai binaan musik keroncong untuk para pemuda. Mungkin dari beliau mengamen, uang yang beliau dapat dipakai untuk “ngopeni” binaannya. Dari sini, aku menjadi punya sebuah keinginan. Mendirikan sebuah sanggar, entah sanggar karawitan atau sanggar menulis yang diperuntukkan untuk para pemuda. Supaya masa muda mereka, mereka habiskan untuk melakukan kebaikan, berkarya semasa muda. Daripada terjerumus dalam hal-hal negatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar