Kamis, 21 April 2016

Kinanthi dan Durma

Kamis, 21 April 2016


Ada satu tembang macapat yang aku sukai, meskipun pada saat aku menembangkannya Pak Yo mengatakan “sinau malih” padaku. Hanya karena pada cakepan (lirik) terakhir, “Ngupaya garwa neki”, yang seharusnya kata “neki” ditembangkan tidak turun karena nada 5 6 5, namun aku menembangkannya dengan turun. Hingga tiga kali mencoba tetap gagal. Tembang tersebut adalah Durma laras pelog patet barang.

Apa yang menyebabkanku suka dengan tembang ini? Ada dua alasan, yaitu yang pertama karena aku menyukai cerita Ramayana, tembang ini menceritakan tentang Prabu Rama yang sedih karena kehilangan Sinta yang diculik oleh Rahmayana, dan yang kedua karena tembang ini enak didengar (eh semua tembang enak didengar kalo benar cara menembangkannya).
Liriknya:
Mituturi sang putri Manthili dirja
Dikisahkan, seorang putri dari Manthili
Yen Rama badra mangkin

Myarsa jrih dosanya
Para pendengar takut dosanya
Denira numpes ditya
Dikala menumpas para raksasa
Ing balane sribupati
Di prajurit Rahwana
Mila tan nedya
Sehingga tidak diinginkan
Ngupaya garwa neki
Mengupayakan istrinya
Selasa kemarin, dapat materi tembang kinanthi, laras slendro patet sanga. Begini liriknya:
Dhuh dewa dhuh jawata gung
Duh Tuhan duh Tuhan Agung
Tingalana solah mami       
Lihatlah perilakuku
Sewu lara sewu brangta
Seribu sakit, seribu kasmaran
Tan ana timbange mami
Yang tak ada pendampingku
Yenta ulun tan panggiha
Seumpama dewa tidak menemukan
Kalawan pangeran mami
Terhadap pangeranku
Tembang ini menceritakan tentang seorang wanita yang bahasa trend-nya “galau” karena tidak mempunyai seorang kekasih. Hadeh tembangnya ngena banget. Dari situ, muncul sebuah ide cerkak (cerita cekak), menggabungkan kedua tembang tersebut. Karena sebuah tembang mempunyai guru watak, aku pun mulai mencari-cari referensi tentang watak kedua tembang tersebut. Pak Yo dulu pernah mengkopikan file ppt tentang watak-watak tembang macapat, seingatku aku sudah mengkopi, tetapi tak ada setelah kucari-cari. Kuputuskan untuk mencari di perpustakaan fakultas. Dan aku menemukan sebuah buku berjudul “Macapat dan Gotong Royong”. Buku terbitan tahun 1996 dengan sampul berwarna merah muda ini sudah agak kusam. Meski begitu, tak memudarkan semangatku untuk membacanya, karena aku butuh.
Dari buku tersebut, aku menemukan tembang kinanthi berwatak kemesraan, ungkapan rasa rindu, nasihat ringan, memaparkan perasaan riang, dan sebagianya. Sedangkan tembang Durma berwatak keras, kasar, tegang, mengungkapkan amarah, gambaran peperangan yang serba tegang atau nasihat yang keras.
Begini ideku, si gadis bernama Kinanthi dan si laki-laki bernama Durma. Keduanya senang menembangkan tembang macapat. Dan aku akan memasukkan watak-watak tembang tersebut ke dalam watak kedua tokoh Kinanthi dan Durma. Apakah pembaca kepengen tahu ceritanya sedikit tentang kedua orang ini? Kasih tau ga ya. Haha.

Begini, si Kinanthi dan Durma sama-sama mahasiswa yang berbeda jurusan. Dulunya, kedua orang itu se-SMA. Kinanthi adalah adik kelas Durma. Durma, seorang yang pintar dalam hal menembang. Sedangkan, Kinanthi baru saja mengenal apa itu tembang macapat. Kedua perbedaan ini apakah bias menyatukan mereka? Entahlah, belum aku buat ceritanya. Tapi disini aku ingin membangkitkan rasa suka terhadap tembang macapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar