Jum’at, 15 April 2016
Rutinitas itu membosankan. Seperti sore itu di laboratorium
gamelan. Setiap jum’at pagi pukul 09.00 adalah waktu untuk berlatih karawitan.
Tugas matkul Seni Karawitan 2 adalah “menggarap” lagu tayub cipta karya
mahasiswa bahasa jawa sendiri. Dalam satu kelas ada yang menjadi panitia,
penyanyi, gerong, dan pengrawit. Aku dipercaya menjadi pengrawit, dan kebagian
menabuh saron 1 (saron dengan teknik imbalan).
Hari itu tidak seperti biasanya. Semua pengrawit seperti tidak bersemangat, termasuk aku. Aku merasa bosan. Setelah setengah jam berlatih, semua pengrawit berganti ke instrumen gamelan lainnya. Seperti penabung bonang penerus mencoba ke gong, dan sebaliknya. Penabuh saron 2 (saron dengan teknik imbalan) pindah ke bonang babok. Penabuh demung pindah ke saron 1. Karena aku ingin belajar saron 2, maka aku hanya berpindah ke saron 2. Karena saron 1 dan saron 2 ditabuh tak sama, dan suaranya seperti orang bermain. Suaranya saling berkejaran.
Kami mencoba memainkan satu lagu. Dan yang terjadi
bonang babok dan bonang penerus kacau. Karena gamelan adalah alat musik yang
dimainkan secara beregu, permainan yang meskipun cara menabuh beda tetapi
menimbulkan suara yang indah dan selaras. Namun, dalam rombakan penabuh ini,
suaranya semua kacau. Termasuk aku yang masih mencoba menyesuaikan cara
menabuhnya.
Memang benar kata banyak orang mempelajari yang baru
itu menyenangkan. Kita, termasuk aku menjadi tidak bosan. Karena kita sama-sama
belajar instrumen baru. Belajar bermain musik memang menyenangkan. Dari awal
yang tak tahu apa-apa menjadi mengerti tata cara menabuh yang benar.
Lebih berani menjabarkan suatu keadaan. Pertahankan. Coba menulis di luar zona nyaman untuk membuat karya yang menggemparkan dunia. Lebih bagus lagi diberi pengertian tentang saron itu seperti apa, dls. SEMANGAT!!!
BalasHapus