Minggu, 24 April 2016
Hari Minggu adalah hari
yang melelahkan untukku. Karena ke UTM menginap, kami baru pulang sekitar 8.30
dan melewati jembatan Suramadu. Ketika sampai di Ketintang kami berhenti di
warung untuk mengisi perut yang lapar. Hanya sebentar dan langsung melanjutkan
perjalanan pulang ke kos.
Hari itu sebenarnya ada
acara, yaitu macapatan di Radio Gema, Mojokerto pada malam hari. Aku berniat
untuk tidak ikut, karena capek baru perjalanan ke Surabaya. Dengan sengaja aku
tidak update pm kembali ke Surabaya dan mematikan paket data. Eh kok ditengah
perjalanan ke Lidah Wetan bertemu dengan teman satu kelompokku. Dia pun bilang
kalo sudah sampai kos, suruh sms/telfon. Perasaanku sudah tidak enak.
Sampai di kos pukul
11.00, aku pun segera menelfon temanku tersebut yang bernama Kholida. Dia
bilang jika kelompok macapatan ruwet, ada yang tidak beres. Segera aku menaruh
barang-barangku dan cus ke kos temanku. Disana, dia menceritakan semuanya. Dia
bingung hendak naik sepeda motor, atau pake mobil temanku yang bernama Rishe.
Dan yang tahu Radio Gema adalah Mas Darta, kakak angkatan 2013. Dia
mempertanyakan kejelasan jadi atau tidaknya kelompok kami kesana. Dan sedangkan
temanku yang ditanyai mbulet ae. Pada
akhirnya, kelompok kami jadi dengan naik motor kesana. Dan berjanji pukul 15.00
di kampus.
Dan yang namanya jam
orang Indonesia, seperti jam karet. Janjian pukul 15.00, aku berangkat pukul
16.00 pun belum ada yang sampai di kampus kelompokku. Karena lapar, dan ada
tukang bakso, aku dan Kholida membelinya untuk mengganjal perut. Setengah jam
kemudian, satu temanku datang dan disusul yang lainnya. Hingga pukul 17.00 baru
berangkat ke Mojokerto.
Sampai di mojokerto
pukul 18.00. Karena acara macapatan masih pukul 21.00, kami pun berjalan-jalan
dahulu. Kami menuju Taman Benteng dan mencari makan disana. Dan pukul setengah
Sembilan kami baru kembali ke Radio Gema. Di acara macapatan itu, aku seperti menemukan hal baru. Ada alat musik
pengganti gamelan, yaitu terbang. Tiga terbang kecil dan dua terbang besar.
Meski pengganti gamelan, tetapi tetap memakai kendang dan dua buah bonang. Aku
mengamati, tiga terbang kecil seperti pengganti balungan (saron dan demung),
kedua bonang pengganti bonang penerus dan bonang babok, dan terbang yang besar
sebagai gong. Itu hanya persepsiku saja.
Acara macapatan berakhir pada pukul 23.00.
Seusainya, kelompok kami mewawancarai ketua Paguyuban Kusuma Wijaya, (yang
mengadakan macapatan) yaitu Bu Ifa untuk membuat latar belakang laporan. Baru
pada pukul 23.30 kami memulai perjalanan pulang ke Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar