Jumat, 09 Desember 2016

Rindu di balik hujan

Kala rinau hujan itu bercerita. Bercerita tentang kerinduan yang terpendam. Kerinduan yang ia teteskan lewat tangisan-tangisan kecil yang menyapa bumi. Lalu ia pun memberi kabar bahwasanya ia rindu. Sehabis rindu ia tumpahkan, ia merindu lagi dengan tak mengabari bumi. Dan pada saatnya tiba, dengan bertumpuk-tumpuk kerinduan ia akan datang lagi. Ia sengaja menghilang untuk datang kembali. 

Kamis, 08 Desember 2016

Siapa lelaki itu?

Semenjak saat itu, semenjak pertemuan itu, ketika aku dan dia berpapasan meski kami tak saling sapa, tapi diam-diam kami saling tatap mata. Sering. Tapi kadang lucu aja. Apa akunya yang ke-GR an ya? Rabu kemarin (8/12) ketika aku berjalan menuju kos Me, ia sedang naik motor dengan arah yang berlawanan denganku. Dari kejauhan ia menutup kaca helmnya, ketika hampir dekat denganku, ia membuka kaca helmnya. Dan aku hanya membatin. Ia pun melirik sebentar. Aku pun juga tak acuh, pura-pura tak kenal. Ah mungkin saja kaca helmnya mlorot hingga menutupi wajahnya,

Yang kusayang

Masalah oh masalah. Belum selesai kesedihanku tentang berita itu, kini ditambah dengan hilangnya handphone samsung tadi pagi :'. Ya mungkin karena aku yang teledor. Begini ceritanya.

Mata kuliah pagi ini di gedung T1 lantai 2, nah karena dosen belum hadir, aku, Mei, Atus, dan Eras duduk-duduk di dekat tangga sembari wifian. Aku wifian menggunakan laptop. Sudah kalap dengan youtube, wkwk. Melihat tutorial rajutan. Ku keluarkan hp mengecek sinyalnya berhuruf E, ya udah

Rabu, 07 Desember 2016

Semoga lekas sembuh

Setelah mengetahui kabar itu, rasa ingin pulang sangatlah besar. Hari-hari rasanya sangaaaat lama berjalan. Tak bersemangat menjalani hari di Surabaya. Hati tak nyaman disini. Resah. Gelisah. Sedih. Kangen. Campur jadi satu. Kangen suasana, hawa dan semua rasa di rumah. Sedih mengingat kabar itu, tapi aku tak tahu harus bagaimana selain harus pulang. Gelisah dengan semua rasa sedih dan tak tahu harus bagaimana selain mendoakannya. Resah terhadap semua kemungkinan-kemungkinan-Nya.


Minggu, 04 Desember 2016

Berkenalan dengan peninggalan bersejarah di Trowulan


Foto pertama ini adalah ketika di Alon-alon Mojokerto bersama Mei Ayu Rohatiningsih (Memee, memakai jilbab berwarna ungu), teman sekelasku yang paling comel. wkwk. Di alon-alon ini, kami menanti kedatangan Mar'atus Sholikah (Atus) yang masih dalam perjalanan dari Lamongan menuju Mojokerto. Dan kami membuat janjian disini. Katanya sih setengah jam nyampe alon-alon, tapi nyatanya kami lebih dulu sampai, hingga Mee mencoba arena untuk Lansia (berupa batu-batu untuk pijakan berjalan), hingga kami kelaparan membeli pentol dan akhirnya menuju toilet. Baru ketika kami di toilet Atus mengabarkan bahwa ia telah sampai Alon-alon Mojokerto. #Katanya setengah jam, Tus? wkwk


Kamis, 01 Desember 2016

Aku dan Dunia Rajut


Awal aku mengenal rajut dari adek kelasku SMP. Sepertinya asik bisa buat tepak, dompet, topi, kaos kaki sendiri. Menyadari bahwa banyak hasil rajutan harganya mahal. Seperti tas, baju, dll.

Aku belajar rajut jikalau tak salah, aku kelas 2 SMA. Awal mula belajar rajut adalah karena seseorang. Aku ingin memberinya sesuatu hasil karyaku sendiri. Dari situlah aku belajar kepada adek kelasku. Langsung aku

Senin, 31 Oktober 2016

Mawar

Minggu ini adalah minggu wisuda di Unesa. Deretan-deretan mobil menyesaki sepanjang jalan di Unesa. Wisudawan-wisudawati dan yang datang ke wisuda, banyak yang membawa mawar, boneka, atau hadiah sebagai tanda ucapan selamat. Melihat para wisudawan-wisudawati membuatku berkhayal, jika nanti aku wisuda selain orang tua dan adik yang datang ke wisudaku, apa ada

Sabtu, 29 Oktober 2016

Tanpa Judul

Dari hari Senin hingga hari ini, Sabtu, aku masih belum memikirkan sama sekali tentang kumpulan puisi berbahasa Jawa terebut. Hanya saja semua konsep menjadi bayangan di otakku. Berputar-putar saja. Dan memang benar mungkin untuk menulis membutuhkan badan yang fit. Akhir-akhir ini badanku sering merasa lelah, dan akhirnya lebih memilih untuk beristirahat atau tidur.

Senin, 24 Oktober 2016

Terima tidak, ya?

Hari itu seusai mata kuliah Berbicara, aku dan temanku keluar dari Lab Bahasa agak terakhir. Di luar ada Mas Ah -yang merupakan asisten dosen- yang tiba-tiba bertanya padaku, "Wis diwaca Enthung?". Enthung adalah kumpulan cerkak (kumcer) yang ditulis oleh dalah satu dosenku yang bernama Sugeng Adipitoyo.

Sabtu, 17 September 2016

Entahlah

Entahlah apa yang terjadi hari ini. Entahlah apa yang kuperbuat. Entahlah apa yang kupikirkan saat melakukan itu. Entahlah mengapa aku tak berpikir panjang. Semuanya entahlah. Kenapa hal sepele bisa menjadi besar ibaratnya kriwikan dadi grojogan. Entahlah ribet banget hari ini.

Senin, 12 September 2016

Pantai Pacar, Kecantikan Tersembunyi dari Tulungagung


Pantai Pacar, ya hari ini tujuanku bermain adalah kesana. Sekitar pukul 10.00 WIB aku baru berangkat dari Blitar. Ya asalku dari desa Wonorejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Dan kenapa aku memilih ke Pantai Pacar? Karena Tulungangung lebih dekat daripada harus ke Kota Blitar, termasuk Pantai. Jika aku ke pantai yang di Blitar, seperti Pantai Tambak atau Pantai Pangi, aku harus melewati Kota Blitar, lalu arah Pantai melewati Kabupaten daerah selatan. Sedangkan jika ke Pantai Tulungagung, yang dekat seperti Pantai Molang, Pantai Kedung Tumpang, Pantai Sine, juga termasuk Pantai Pacar hanya menyebrangi kali Brantas trus arah selatan terus aja sampai. (Hiyaaa, seenak itulah).

Sabtu, 14 Mei 2016

Mungkin Hari Keberuntungan


Sabtu, 14 Mei 2016


Hari aku ke PENS (Politeknik Elektro Negeri Surabaya) untuk mengikuti Talkshow Ke-penulisan “Explore your idea and be a creative writer” dengan pembicara Dee Lestari atau Dewi Lestari yang punya lagu malaikat juga tahu, begini cuplikan liriknya “...karena kau tak lihat, terkadang malaikat tak bersayap tak cemerlang tak rupawan....” Dia juga seorang penulis, beberapa novelnya malah sudah dijadikan film. Seperti Perahu Kertas dan Filosofi Kopi.

Kamis, 12 Mei 2016

IMBASADI, bertemu dengan Pers Universitas Lain


Kamis, 12 Mei 2016



Hari penutupan IMBASADI (Ikatan Bahasa Daerah se-Indonesia) di Unesa, ada yang membuatku sangat berkesan. Aku dan Ratna mewawancari delegasi Mahasiswa dari Universitas lain. Yang pertama adalah Mahasiswa dari Universitas Flores bernama Linda dari prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Darinya, aku baru tahu kalau disana bahasa daerah belum menjadi kurikulum pendidikan, hanya ada satu sekolah yang ada bahasa Floresnya. Bahasa daerah disana ada satu bahasa Flores, terdapat banyak dialek-dialek, sama seperti bahasa Jawa yang terdapat dialek-dialek (Surabaya, Malang, Banyumas).
Mahasiswa kedua yang kami wawancari adalah delegasi mahasiswa dari UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) jurusan Bahasa Sunda bernama Marsel. Tidak banyak yang kami tanyakan, hanya bertanya kesan dan pesan dan harapan kedepannya IMBASADI bagaimana. Mahasiswa keriga yang kami wawancari pun juga begitu. Delegasi dari Universitas Veteran Solo, yang baru pertama kali ini mengikuti IMBASADI, bernama Seli dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah (Jawa).

Jumat, 29 April 2016

Gara-Gara Buku Fiksi

Jum’at, 29 April 2016


Aja ngguya-ngguyu wae” Aku kaget. Entah mengapa temanku yang bernama Sita itu sinis kepadaku. Hari jum’at adalah hari latihan karawitan pada pukul sembilan hingga pukul sebelas. Menjelang pukul sebelas latihan karawitan dihentikan, dilanjutkan dengan musyawarah kelas. Musyawarah kali itu membahas tentang latihan karawitan dan denda bagi setiap orang yang terlambat atau tidak hadir. Untuk yang tidak hadir didenda Rp 20.000, sedangkan untuk yang telat 30 menit pertama didenda jajan kiloan minimal Rp 10.000. untuk keterlembatan hadir lebih dari 30 menit didenda Rp 15.000. Adanya peraturan ini karena pada hari latihan banyak yang tidak hadir (dengan alasan “saya bukan pengrawit ataupun penyanyi”)
“Ayo cah, sing duwe unek-unek mangga diomongne,” kata aji sang “Ketua kelas”. Lalu Sita yang mengeluarkan unek-uneknya. “Kemarin siapa yang diberi tanggung jawab mengumpulkan buku fiksi. Ervina, sampeyan kemarin diberi tanggung jawab, gimana pertanggung jawabanmu?”
Aku yang awalnya tidur-tiduran, terbangun karena namaku disebut. Dan aku merasa masalah itu sudah selesai dengan Ana menyerahkan dua novelnya. Dan aku merasa tidak punya tanggung jawab.
“Hloh? Aku kemarin kan bilang kalo aku punya novel itu nggak di kos, tapi di rumah Blitar. Kalau terakhir dikumpulkan hari ini, nggak sempet dong aku ngambilnya.” Belaku.
Aku ora seneng yen wis diwenehi kepercayaan ning ora dilakoni” kata Prilli yang membuatku semakin bersalah

Selasa, 26 April 2016

06.30

Selasa, 26 April 2016


Apa yang kalian pikirkan tentang judul diatas? Menentukan waktu setengah tujuh pagi. Ya hari ini aku bangun pukul setengah tujuh, sedangkan aku kuliah pukul tujuh. Mampus!!
Sebenarnya aku bangun pukul setengah enam, namun hanya untuk mengecek sms dan membalasnya. Setelah itu aku meneruskan tidur. Eh kok bangun-bangun sudah pukul setengah tujuh. Aku segera bergegas-gegas mandi dan bersiap berangkat kuliah. Pada pukul tujuh aku sudah siap. Karena aku sudah ditinggal Eras berangkat duluan, akhirnya aku minta tolong teman satu kamarku untuk mengantarkan ke kampus. Namun, pada saat hendak berangkat, kulihat bbm, Mala, Penanggung jawab matkul pagi ini bilang bahwa dosen hari ini sedang ada keperluan di kampus Ketintang dan diberi tugas.

Hah.... akhirnya aku nggak jadi berangkat. -_-“ Dunia kuliah dunia kuliah. Kabar selalu mendadak.

Senin, 25 April 2016

Hidup Untuk Menunggu

Senin, 25 april

Pastilah selama kita hidup sering dibuat menunggu. Menunggu seseorang, menunggu dosen datang (ga yakin), menunggu buah matang, menunggu pagi, menunggu malam, bahkan menunggu dia putus sama pacarnya *ups. Ya semuanya serba menunggu. Aku yakin tak ada hari tanpa menunggu.
Malam harinya, aku menjemput temanku di stasiun, karena dia baru pulang kampung. Aku meng-sms-nya pada pukul setengah delapan, dan dia baru membalasnya pada pukul 08.11. dia bilang

Minggu, 24 April 2016

Pagi di Madura, Siang di Surabaya, dan Sore di Mojokerto

Minggu, 24 April 2016


Hari Minggu adalah hari yang melelahkan untukku. Karena ke UTM menginap, kami baru pulang sekitar 8.30 dan melewati jembatan Suramadu. Ketika sampai di Ketintang kami berhenti di warung untuk mengisi perut yang lapar. Hanya sebentar dan langsung melanjutkan perjalanan pulang ke kos.

Sabtu, 23 April 2016

Pohon Rektor Ketapang Kencono

Sabtu, 23 April 2016

Sabtu itu, kami, anggota Pers Mahasiswa Sesasi bertandang ke Universitas Trunojoyo guna sharing dengan LPM disana. Perjalanan dari Surabaya pukul 9.30 dan tiba di Madura sekitar pukul 12.00. setelah itu kami beristirahat sejenak dan skitar pukul 14.00 kami menuju taman kampus. Sejenak melewati beberapa fakultas, pohon-pohon banyak sekali, seperti hutan. Kesan pertama yang

Jumat, 22 April 2016

Sepi

Jum’at, 22 April 2016


Sepertinya hari ini biasa saja. Tak ada yang menarik, lucu atau apa begitu yang terkesan. Malam harinya, ada penutupan Porsefak yang digelar di parkiran FBS. Panggungnya megah, bazar disamping panggung dengan berbagai macam yang dijual. Ada bintang tamu juga. Namun yang disayangkan adalah sepi penonton.

Kamis, 21 April 2016

Kinanthi dan Durma

Kamis, 21 April 2016


Ada satu tembang macapat yang aku sukai, meskipun pada saat aku menembangkannya Pak Yo mengatakan “sinau malih” padaku. Hanya karena pada cakepan (lirik) terakhir, “Ngupaya garwa neki”, yang seharusnya kata “neki” ditembangkan tidak turun karena nada 5 6 5, namun aku menembangkannya dengan turun. Hingga tiga kali mencoba tetap gagal. Tembang tersebut adalah Durma laras pelog patet barang.

Rabu, 20 April 2016

Nilai A

Rabu, 20 April 2016


Dosen dasar-dasar menulis Jawa, Pak Okto pernah berkata jika ada mahasiswa yang menulis dan dimuat di majalah, koran, dan media lainnya – kecuali majalah/buletin jurusan – akan mendapatkan nilai A pada matkul tersebut. Dan alhamdulillah, cerkakku (cerita cekak) dimuat di majalah Panjebar Semangat nomor 15 tanggal 9 April 2016. Setelah aku perlihatkan kepada beliau pada tanggal 13 April, beliau meminta foto kopian, soft file asli dan bukti penerbitan. Karena emailku tidak terbalas oleh pihak redaksi, aku men-screen shoot email yang aku kirim ke redaksi sebagai

Selasa, 19 April 2016

Sinau Malih

Selasa, 19 April 2016


Salah satu dosen jurusan Bahasa Jawa adalah Bapak Yohan Susilo. Pada semeter dua ini, beliau mengajar dua matkul, yaitu Seni Karawitan 2 dan Seni Tembang 2. Ada yang unik dari dosen ini. Selalu mengatakan kata “Tempo, tempo” untuk karawitan yang memerlukan nabuh dengan tempo yang sesuai dan tembang yang temponya sesuai, “Tempo kudu ajeg”, beliau mengatakan ini di matkul karawitan untuk penabuh supaya temponya tetap, “Parkir sik mas/mbak” beliau mengatakan demikian karena pada saat mengetes mahasiswa menabuh bonang babok dengan gaya imbalan, mahasiswa belum bisa/belum ajeg, “Sinau malih” beliau mengatakan demikian apabila mahasiswa pada saat menembang nadanya kurang tinggi/kurang rendah atau cakepan (lirik) tidak sesuai dengan nada.

Senin, 18 April 2016

Pink??

Senin, 18 April 2016


“Kenapa kamu tidak pernah memakai baju pink?” tanya seseorang
“Nggak pede pakai baju pink” jawabku dengan enteng.
“Kamu kan cewek, kok nggak pede?” elaknya dan aku hanya tertawa

Minggu, 17 April 2016

Indonesia atau Jawa

Minggu, 17 April 2016


Ada seorang menanyakan kepadaku “Mau jadi penulis Jawa atau Indonesia?”. Pertanyaan itu membuatku galau. Haha. Kenapa? Karena aku sudah lama tak menulis cerpen. Kurang bacaan lah, kurang berbobot bacaan lah, dan sebagainya. Disamping itu, cerkak (cerita cekak) atau dalam Bahasa Indonesia dinamakan cerpen, punyaku dimuat di majalah Panjebar Semangat. Memang aku merasa masih belajar menulis Bahasa Jawa yang baik dan benar seperti apa, aku juga tak mengira jika tulisanku dimuat. Aku masih terkena ‘euforia’ Bahasa Jawa, karena sekarang jurusanku memang Pendidikan Bahasa Jawa. Tetapi dalam hati kecilku juga ingin kembali seperti dahulu, semangat dalam menulis Bahasa Indonesia. 

Sabtu, 16 April 2016

Lama

Sabtu, 16 April 2016


Sudah lama aku tak menulis cerpen. Rasanya mau menulis lagi bingung harus bagaimana. Cerpen-cerpenku yang ada, karyaku saat masa-masa sekolah. Jadi terasa masih ‘alay’. Aku juga merasa lapar akan bacaan cerpen. Pengetahuanku kurang. Bahasaku pun juga jelek. Karena merasa kurang itu lah, aku harus banyak membaca karya-karya sastra yang berbobot. Aku merasa malu, sudah kuliah kok tulisannya masih seperti anak SMA/SMP.

Jumat, 15 April 2016

Rutinitas

Jum’at, 15 April 2016


Rutinitas itu membosankan. Seperti sore itu di laboratorium gamelan. Setiap jum’at pagi pukul 09.00 adalah waktu untuk berlatih karawitan. Tugas matkul Seni Karawitan 2 adalah “menggarap” lagu tayub cipta karya mahasiswa bahasa jawa sendiri. Dalam satu kelas ada yang menjadi panitia, penyanyi, gerong, dan pengrawit. Aku dipercaya menjadi pengrawit, dan kebagian menabuh saron 1 (saron dengan teknik imbalan).


Kamis, 14 April 2016

Pamer

Kamis, 14 April 2016





Aku ingin membeli novel Eka Kurniawan yang berjudul O. Namun kamis sore ini ada yang membuatku sebal. Karena salah satu kakak tingkatku, malah memamerkan kalau dia sudah membeli novel tersebut. Dan juga bercerita bagian-bagian dalam novel tersebut, membuatku semakin ‘mupeng’. Aku memaki-maki dalam hati. Hal itu membuatku untuk segera memiliki buku yang berharga Rp 99.000 tersebut. Tunggu saja, aku akan segera memilikinya tanpa meminjam!

Rabu, 13 April 2016

Perjuangan

Rabu, 13 April 2016




Mencari novel Yetti – cinta tak bersyarat seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Buku-buku rumpunn sastra seperti jeraminya. Padahal novel tersebut masih tergolong baru, karena terbit tahun 2015. Pertama mencari di toko buku Uranus Hr.Muhammad, tidak ada. Selanjutnya Uranus Pucang Anom, juga tidak ada. Gramedia Manyar pun juga sama. Karena semakin malam, juga badan sudah sangat lelah, akhirnya bertanya ke costumer ada novel tersebut dimana. Ternyata ada di Gramedia Royal. Sekalian memesan buku disana. Sesampainya disana sudah disiapkan tinggal mengambil novel tersebut di bagian costumer. Jika kita tidak berusaha, mungkin jarum tersebut tidak akan kita temukan.

Minggu, 20 Maret 2016

Sisi lain Seorang Pengamen Bis Harapan Jaya


Jum’at, 20 Maret 2016



Banyak teman banyak ilmu. Itu yang diucapkan salah satu pengamen di Harapan Jaya, bus yang tujuan akhir di Trenggalek itu. Dari aku melihatnya naik di daerah Ngronggo Kediri, aku heran dibuatnya. Ketika menyapa penumpang bus, ia pun berkata “Hanya disini saya berkarya”. Lalu beliau menyanyikan lagu Kelangan. Aku mengamatinya. Dandanan beliau rapi, tidak seperti biasanya pengamen yang dandanannya kumel, lesuh, pokok tidak sedap dipandang. Tapi beliau ini murah senyum, ada yang tidak ‘menyawernya’ juga beliau tersenyum sembari bilang terima kasih. Beliau memakai topi, dan sepertinya berambut panjang. Tetapi rambutnya beliau biarkan bersembunyi dibalik topi yang sedang beliau pakai.
“Permisi, Mbak. Boleh saya nunut duduk disini?”
“Oh, inggih mangga,” kebetulan tempat duduk dekatku kosong. Saat itu aku duduk di bangku paling belakang sendiri, disamping pintu belakang.
“Mbaknya mau turun mana?” tanya beliau ramah.